LPPM UM Bandung Kritik Retret Kepala Daerah di IPDN, Ijang: "Tidak Urgen dan Pemborosan Anggaran"

Kepala Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) Universitas Muhammadiyah Bandung (UM Bandung), Dr. H. Ijang Faisal, M.Si

Kepala Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) Universitas Muhammadiyah Bandung (UM Bandung), Dr. H. Ijang Faisal, M.Si

BANDUNG, – Kepala Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) Universitas Muhammadiyah Bandung (UM Bandung), Dr. H. Ijang Faisal, M.Si mengkritik pelaksanaan retret kepala daerah yang diselenggarakan di Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN), Jatinangor, Sumedang, Jabar. Menurutnya, kegiatan tersebut tidak memiliki urgensi yang jelas dan berisiko menjadi bentuk pemborosan anggaran di tengah tuntutan efisiensi pemerintahan. Menurut Ijang, retret ini tidak dibuka oleh Presiden maupun Wakil Presiden Republik Indonesia, sehingga patut dipertanyakan apa urgensi strategisnya. "Juga jika penting, kan minimal utus Wapres, ini tidak sehingga ada apa?" tanya Ijang, Bandung Rabu 25/06. Jika tidak ada arah kebijakan nasional yang jelas, lanjut Ijang, maka kegiatan semacam ini hanya menjadi ajang simbolik yang kurang relevan dengan kebutuhan nyata masyarakat. Ia menambahkan, kepala daerah saat ini justru harus difokuskan pada percepatan program pembangunan dan layanan publik, bukan mengikuti kegiatan seremonial yang minim dampak langsung terhadap kinerja pemerintahan daerah. Tak hanya kepala daerah, rencana retret yang juga ditujukan untuk para Sekretaris Daerah (Sekda) turut dikritik. Menurut Ijang, Sekda merupakan aparatur sipil negara senior yang telah lama memahami sistem birokrasi dan tata kelola pemerintahan. Mereka sudah sangat paham peran dan prosedur. Tidak perlu lagi disuruh ‘retret’ yang justru membuang waktu dan energi. Yang dibutuhkan saat ini adalah bagaimana para Sekda bisa terus bekerja mendampingi kepala daerah dengan maksimal. "Bukan malah ikut-ikutan cuti program tanpa urgensi jelas,” ujarnya. Dalam pandangan LPPM UM Bandung, kegiatan seperti ini tidak sejalan dengan prinsip efektivitas dan efisiensi anggaran publik. Pemerintah semestinya lebih bijak dalam mengelola belanja negara dan daerah, terutama di masa transisi fiskal dan pasca pandemi. Rakyat menuntut pemimpin daerah yang hadir langsung menyelesaikan masalah. Kegiatan yang tidak berdampak signifikan harus dievaluasi dan jika perlu dibatalkan. Fokus anggaran seharusnya diarahkan untuk layanan publik yang menyentuh masyarakat, seperti pendidikan, kesehatan, bantuan usaha mikro, dan penguatan desa. Role model KDM sebagai Gubernur Jawa Barat sebaiknya ditiru oleh para kepala daerah dalam menyelesaikan berbagai persoalan di daerah, bukan malah retret yang dinilai lebih seremonial ketimbang substansi. LPPM UM Bandung mendorong kementerian terkait agar meninjau kembali model kegiatan seremonial yang mengatasnamakan pembinaan atau pelatihan, namun tidak menyentuh esensi perubahan. "Reformasi birokrasi menuntut kerja nyata, bukan simbolisme administratif," pungkas Ijang.