Gubernur Lemhanas Ace Berharap Unisba Cetak mujahid, mujtahid, dan mujaddid

Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhanas) RI, Tb Ace Hasan Syadzily saat menyampaikan orasi ilmah, dalam rangka Milad Fakultas Psikologi Universitas Islam Bandung ke 52 tahun, Rabu (3/6/2025).

Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhanas) RI, Tb Ace Hasan Syadzily saat menyampaikan orasi ilmah, dalam rangka Milad Fakultas Psikologi Universitas Islam Bandung ke 52 tahun, Rabu (3/6/2025).

BANDUNG,- Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhanas) RI, Tb Ace Hasan Syadzily, menyampaikan harapannya kepada Fakultas Psikologi Unisba di usia ke-52, kampus yang mencetak para mujahid, mujtahid, dan mujaddid. "Menjadi mujahid berarti menjadi manusia-manusia yang tangguh, siap berjuang demi kemanusiaan, bangsa, dan negara," ujar Ace saat menyampaikan orasi ilmah, dalam rangka Milad Fakultas Psikologi Universitas Islam Bandung ke 52 tahun, Rabu (3/6/2025). "Mujtahid berarti memiliki kapasitas keilmuan yang kuat. Mujaddid berarti mampu beradaptasi dengan berbagai perubahan dan menjadi agen perubahan bagi bangsa dan negara," lanjut Ace. Sedangkan mengenai dinamika global, regional, dan nasional yang bergerak cepat ditandai dengan ketidakpastian, tidak stabil, tidak pasti, kompleks, dan ambigu, akan menimbulkan kerapuhan, kecemasan, tidak linier dan sulit dipahami. Karena itu, seluruh komponen bangsa Indonesia dituntut memiliki kesiapsiagaan mental  dalam menghadapi perubahan zaman itu. Orasi ilmiah yang bertajuk Kesehatan Mental untuk Ketahanan Nasional, menurut Ace, sangat relevan dengan kondisi Global yang penuh ketidakpastian, akan berimbas kepada Indonesia dan ini berpengaruh kepada kesehatan mental warga negara Indonesia. "Dari tema besar di atas, saya ingin mengajak kita semua untuk memahami pentingnya kesehatan  mental dalam menjaga keutuhan dan keberlanjutan bangsa kita. Yakni, ketahanan mental sebagai pilar Ketahanan Nasional kita," ujar Ace. Di tengah kehidupan global yang penuh tantangan, di berbagai belahan dunia terjadi krisis ekonomi. Kemudian, dampak perang dagang, ketidakpastian politik, konflik antarnegara, revolusi digital, hingga disrupsi budaya. "Ketahanan nasional kita menghadapi ancaman yang tidak melulu fisik, tapi juga psikologis dan ideologis," tutur Ace Selanjutnya disampaikan, ketahanan nasional, tidak semata-mata dimaknai dengan kokohnya kekuatan militer atau kesiapsiagaan fisik. Ketahanan nasional Indonesia adalah kondisi dinamis suatu bangsa dalam menghadapi tantangan, ancaman, dan gangguan, baik yang data dari luar maupun dalam negari untuk menjamin eksistensi, integritas, keberlangsungan hidup berbangsa dan bernegara. Dalam struktur ketahanan nasional, dikenal dengan Asta Gatra, yaitu, dimensi geografi, demografi, sumber daya manusia (SDM), ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, dan pertahanan keamanan. Ace menegaskan, satu hal yang menjadi peringkat dan pengikat dari seluruh aspek Asta Gatra adalah kualitas sumber daya manusia (SDM). Yang lebih penting lagi adalah, kualitas mental manusianya. "Lagu Indonesia Raya menunjukkan kepada kita bahwa tujuannya adalah membangun jiwa dan raga (rakyat Indonesia). Bangunlah jiwanya dan bangunlah raganya. Membangun jiwa dan raga merupakan tujuan negara untuk melahirkan manusia Indonesia seutuhnya," ujarnya. Ace menegaskan bahwa kesehatan mental bukan sekadar isu kesehatan semata, melainkan fondasi krusial bagi ketahanan bangsa. "Individu dengan kesehatan mental yang baik akan tangguh, produktif, dan mampu menjaga harmoni sosial, menjadi modal utama dalam menghadapi berbagai dinamika," jelas Ace. Fenomena self harm, penyalahgunaan narkoba, perilaku ekstrem dan radikalisme yang muncul akibat frustasi sosial dan tekanan mental yang tidak tersalurkan. Dalam dunia kerja muncul gejala burn out yang menjadi isu serius yang menggerogoti produktivitas baik sektor publik maupun swasta,ini ancaman serius. Kesehatan mental tidak bisa lagi dianggap sebagai isu individual yang tersier. Ini adalah persoalan publik, sosial, dan strategis bangsa. "Ketika kesehatan mental masyarakat terganggu, maka bangsa kehilangan fondasi utama kesehatan nasional. Karena itu, penguatan ekosistem kesehatan mental harus menjadi agenda nasional. "Dibutuhkan kerja sama antar lembaga, sinergi antar negara, kerja sama akademisi, komunitas, dan swasta untuk membangun sistem pendukung kesehatan mental yang lebih inklusif, preventif, dan responsif terhadap tantangan zaman," tegas Ace. Ia juga menyoroti tingginya masalah kesehatan mental di Indonesia, yang diperparah oleh dampak pandemi dan tantangan digital. "Mengabaikan aspek ini akan menyebabkan kerentanan bangsa," tambahnya. Oleh karena itu, investasi dalam kesehatan mental melalui edukasi dini, pembangunan budaya terbuka, peningkatan kapasitas profesional, kebijakan terintegrasi, promosi nilai budaya lokal, dan penguatan ketahanan digital adalah strategi mutlak untuk membangun Indonesia yang kokoh dan berdaya saing, khususnya dalam menyongsong Indonesia Emas 2045.